Sabtu, 04 Mei 2013

PERLINDUNGAN HUKUM DAN MATINYA INDUSTRI MUSIK INDONESIA

Saat ini industri musik di Indonesia boleh jadi sedang mengalami masa-masa yang paling suram. Bagaimana tidak, tahun 2010 ini, masa keemasan penjualan album fisik di Indonesia secara resmi hampir ditutup. Catatan dari ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia) men catat pada tahun 2008 hanya terjual 10 juta keping album, sementara tahun 2007 tercatat 19,4 juta dan 2006 sebesar 23,7 juta. Sementara tahun 2009-2010 terjadi penurunan sampai 15 persen. Di sisi lain, angka pembajakan menurut data ASIRI sejak tahun 2008 telah mencapai 96%. Ratusan toko kaset dan CD di Indonesia telah tutup selama dua tahun ini. Sedangkan label rekaman kini tinggal 15 perusahaan besar, dari 240 perusahaan yang terdaftar di ASIRI. Dengan kata lain, industri musik di Indonesia saat ini sedang sekarat. Tentu merupakan sebuah ironi karena sampai tahun 2009 industri musik merupakan industri ekonomi kreatif yang mencatat angka pertumbuhan tercepat di antara jenis industri lain, yakni sekitar 18% - 22%. Ada beberapa permasalahan yang menjadi penyebab kematian industri kreatif ini. Di antaranya adalah era musik digital sebagai anak dari kemajuan teknologi informasi, dan masalah yang tak kalah peliknya: pembajakan. Kondisi semacam ini terjadi juga di industri musik dunia. Revolusi media dan dinamikanya membuat paradigma orang-orang di dalamnya pun berubah. Chris Anderson, dalam bukunya the Long Tail mengatakan bahwa munculnya ipod, di mana sebuah produk dapat saling ditukar secara peer-to-peer mengubah semua pola dan paradigma dalam berbisnis. Download lagu gratis, copy atau share lagu dari teman, dan perilaku lain yang melanggar hak cipta terasa jamak terjadi saat ini. Keadaan saat ini pun sudah diramalkan sejak tahun 2006 oleh Gerd Leonhard, seorang Media Futurist. Dalam artikelnya Music 2.0 dan bukunya The Future of Music, Leonhard mengatakan bahwa ”music is like water, music is for free..” Baginya, musik digital merupakan masalah yang serius: semua orang menggunakannya, hanya sedikit yang membayarnya, dan hanya Apple yang sukses membisniskannya. Pada saat yang sama, penetrasi broadband di Eropa meledak, perangkat mobile jauh lebih kuat, dan milyaran orang dapat membagikan musik dalam jejaring sosial dan semua jaringan digital lainnya. Usaha untuk membuat ISP dan telecom untuk bertanggung jawab atas model masalah dalam industri ini telah gagal, 95 % Digital Natives di Eropa bersalah dalam pelanggaran copyright, dan jalan buntu ini menjadi permasalahan kultural, politik dan ekonomi yang utama. ”Industri musik di Indonesia memang tidak mengalami perubahan yang signifikan sejak jamannya Koes Plus,” demikian ungkap Anton Kurniawan, seorang praktisi industri musik Indonesia. Pelaku-pelakunya tidak pernah membuat terobosan yang berarti sejak tahun 1950-an. ”Para label hanya main aman saja. Karena itu, praktis industri ini stagnan” demikian jelasnya. Mantan manajer Sheila On 7 ini menambahkan bahwa era digital dalam industri musik ini tentu tidak terhindarkan. Karena itu pola industri musik pun akan berubah. ”Saat ini, praktis musisi dan label bergantung pada Ring Back Tone (RBT) saja. ” RBT: Hutan Belantara Baru Ring back tone (RBT) dan full track download menjadi juru selamat bagi industri musik Indonesia saat ini. Ring Back Tone menjadi sandaran para label serta musisi karena praktis hanya RBT ini yang tidak bisa dibajak. Setidaknya untuk sementara ini. Direktur Teknologi Informasi Telkom, Indra Utoyo, seperti dikutip dari DetikInet, mengatakan bahwa justru saat ini menjual lagu secara digital lebih memberikan pendapatan signifikan, nilainya bisa Rp 1,2 triliun. Penjualan secara digital itu bisa dari RBT atau full track download. Namun, di sisi lain, timbul masalah regulasi seperti pembagian hak cipta dan struktur bisnis. Belum adanya standar yang jelas ini juga diungkapkan oleh Anton Kurniawan. “RBT itu ibarat hutan belantara bagi banyak musisi.” Jelasnya. Tidak adanya standar pembagian hak bagi musisi, di samping masalah transparansi, membuat RBT ini memarginalkan si musisi itu sendiri. “RBT ini hanya menguntungkan pihak label dan operator, namun tidak bagi musisinya” tambahnya. Karenanya, diperlukan perlindungan hukum bagi para musisi sehingga kreatifitas mereka bisa dihargai secara layak. Plagiat Lagu: Masalah yang lebih Serius Tidak terlalu pahamnya musisi tentang RBT pun diamini oleh Nugie. Namun dalam hal ini, Nugie memiliki sudut pandang yang lain. “Permasalahan yang lebih penting di industri musik Indonesia adalah plagiat lagu itu sendiri,” ungkapnya kepada BPHNTV. Baginya, masalah RBT atau share royalty adalah masalah rejeki masing-masing musisi. Justru yang harus segera dilakukan adalah perlindungan terhadap karya itu sendiri supaya tidak diplagiat. Lagu yang sudah dibikin kemudian dijiplak beberapa bagian, atau hanya diganti syairnya saja menjadi jamak di industri musik saat ini. “Dan itu belum ada tindakan untuk melindungi si pencipta secara hukum.” ungkapnya. Hal ini tentu bisa menjadi batu sandungan tersendiri bagi si pencipta lagu. “Upaya kampanye anti plagiat tidak akan maksimal jika tidak ada tindakan hukum yang pasti,” jelas Nugie. Industri musik di Indonesia merupakan salah satu urat nadi industry kreatif bangsa ini. Perlindungan hukum bagi musisi dan sosialisasi tentang hukum bagi pelaku industrinya merupakan kebutuhan yang sangat mendesak agar industri ini tetap hidup di negeri ini.

PEMBAJAK, TERORIS EKONOMI GAYA BARU

PEMBERANTASAN tindak pidana pembajakan dan pemalsuan piranti lunak (software) komputer, musik dan film di Indonesia kini menghadapi kendala baru, apalagi selama ini,proses hukum terganjal oleh minimnya sosialisasi dan penindakan oleh aparat kepolisian dan vonis yang dijatuhkan kepada pelakunya terkesan main - main. Sebagai contoh, pada 2010 lalu Manajer Tekhnologi Informasi PT Kedaung Industrial (Anaka perusahaan Kedaung Grup), Indramin Darmadi, hanya divonis hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun serta denda Rp 10 juta oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta. Terdakwa sengaja menggunakan produk Microsoft, Adobe, Symantec dan Corel dengan hanya membeli satu CD asli lalu menggandakannya. Terdakwa juga membeli software bajakan dengan harga murah tanpa membayar pajak kepada negara. “Mana mungkin mereka akan jera ,bila hukumannya terlalu ringan? Mestinya mereka di hukum penjara maksimal lima tahun dan denda lima ratus juta rupiah seusai dengan Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, hingga ada efek jeranya,” kata Timothy Haston, pegiat anti pembajakan untuk kawasan Asia, dari Lousiana,Amerika Serikat kepada Entitas Hukum Indonesia. Sumber di FBI bidang pemba jakan software,musik dan film, menyebutkan dengan minim nya vonis terhadap pelaku kejahatan intelektual, membuka peluang bagi sindikat baru untuk meneruskan jejak seniornya melakukan aksi yang sama. “Karena mereka beranggapan, ketika tertangkap dan kasusnya digelar dipengadilan vonisnya tidak berat dan bisa dinegosiasikan. Terbukti hingga kini, belum ada pelaku kejahatan intelektual di Indonesia yang divonis sesuai dengan Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, di penjara lima tahun lalu didenda Rp 500 juta,sesuai dengan Pasal 72 ayat 3,” cetus Cipta Wiryawan, SH,MH praktisi hukum dan pegiat anti pembajakan dari Indonesia Bersih anti Pembajakan (IBAP) kepada SM Akbar dikantornya. Pasal 72 ayat 3 Undang-Undang No.19 tahun 2002 mestinya membuat pelaku kejahatan intelektual terutama hak cipta di berbagai bidang bisnis, termasuk industri software komputer, musik dan film merasa jera. Upaya Kepolisian dan Kejaksaan mengajukan kasus pelanggaran hak cipta software komputer ke pengadilan kerap terganjal vonis hakim yang terlalu ringan. Para pelaku pembajakan sudah tahu, siapa saja yang bisa diajak negosiasi dan berkompromi untuk usaha ilegal mereka dan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk para oknum bisnis pembajakannya tetap lanaggeng,” ungkap Henky, se orang distributor musik dengan nada tinggi. Maraknya peredaran DVD dan VCD bajakan menunjukan bahwa produsen ilegal memiliki jaringan yang kuat ke berbagai lini hingga pabrik bajakan mereka ‘nyaman’ memproduksi tanpa tersentuh hukum. Semisal enam pabrik di Tangerang yang dikuasai dua kelompok, sampai kini belum mampu dipreteli penegak hukum. Tiga pabrik berada dalam satu komplek pergudangan di jalan Raya Perancis, Benda, Tangerang. Tiga lainnya di Dadap, Ciledug, dan Ciputat. “Setiap pabrik mampu memproduksi 60 ribu sampai 100 ribu keping film atau pun musik setiap hari. Dan pendapatan mereka bisa mencapai 60 sampai 70 miliar per bulannya. Itu belum termasuk bila ada pesanan film yang dianggap box office dipasaran. Makanya, pabrik seperti itu banyak dekat dengan oknum tertentu biar usahanya lancar dan tidak diganggu,” jelas sumber Entitas Hukum Indonesia yang keberatan ditulis namanya. Tingkat pasar DVD/VCD bajakan selama tahun 2012 meningkat tajam, mencapai 80 sampai 90 persen dengan harga perkeping Rp 5000,- Rp 7000. “Tapi kalau beli sepuluh dapat bonus satu mas, kalau harga pokoknya sekitar Rp 1.250 sampai Rp 1.500 per keping dari pabriknya. Kalau jual DVD orisinal atau VCD-nya, untung kami sedikit ,karena harganya terlalu mahal tidak terjangkau semua pembeli. Film orisinal dari harga Rp 15.000 hingga Rp 75.000, bahkan ada yang Rp 150.000,” jelas, Rizal salah satu pedagang DVD film bajakan dibilangan Glodok Plaza. ”Biasanya master film dikirim via internet dengan cara diretas,atau membeli di jaringan internet ke mudian dikirim ke negara tujuan. Dan film yang dipi lih biasanya yang memiliki nilai jual tinggi dan film terbaru yang belum tayang di bioskop Indonesia,” lanjut sumber ini, serius. Software Bajakan Rugikan Negara Rp 12,8 Triliun Pada 2009 lalu, Donny Sheyoputra dan para peng acara dari Business Software Alliance (BSA) telah diminta menjadi saksi ahli untuk 23 kasus pembajakan software di berbagai wilayah di Indonesia. BSA sendiri merupakan organisasi perusahaan multi nasional dan lokal yang memproduksi software komputer yang berkantor pusat di Washington DC,Amerika Serikat. Dalam setiap kesaksiannya di pengadilan, para pengacara BSA ber ulangkali meningatkan tingginya kerugian akibat pelanggaran hak kekayaan intelektual yang kasusnya dinilai sama pentingnya dengan kasus narkoba dan pembunuhan. “Dari catatan anggota BSA, pemerintah Indonesia dirugi kan sebesar USS 544 juta dalam potensi pajak dan peluang bisnis akibat pelanggaran hak kekayaan intelektual komputer selama tahun 2009. Kerugiaan diduga mencapai USS 600 juta,” ungkap Donny “Berdasarkan Interntional Data Corporation (IDC) yang di siarkan pada April 2012, Indonesia masih menempati peringkat ke sebelas dengan jumlah peredaran software bajakan sebesar 86 persen, dengan nilai kerugian 1,46 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp 12,8 triliun,”ungkap Sekjen Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan,Justisiari P Kesumah. Untuk mengantisipasi pelanggaran tersebut, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) menggandeng Mabes Polri dan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia menggelar ‘Program Mal IT Bersih’ dari pembajakan software. Program tersebut digelar disejumlah kota besar di Indonesia, seperti Yogyakarta, bandung, Sema rang, Medan dan Semarang, pada Juli sampai November 2012 lalu. “Pelanggaran hak cipta ini tidak saja menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga menurunkan kreativitas, dan menurunkan kepercayaan dari negara-negara pro dusen,” kata Direktur Penyidikan Ditjen Hak Keka yaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Mu hammad Adri, dengan nada prihatin. “Mungkin sistem peradilan di Indonesia sudah saatnya menerapkan sanksi secara proporsional untuk kasus pembajakan software, seperti sanksi denda sesuai dengan tingkat kekayaan yang dimiliki pelaku pembajakan berkat usahanya. Selain itu pembajak film ataupun musik juga,sudah saatnya diberikan efek jera dengan vonis berat sesuai un dang-undang hak cipta dan undang-undang per filman. Bukan sebaliknya, vonis ringan,” tandas Cipta Wiryawan. Langkah penertiban dan penindakan sering dilakukan aparat penegak hukum, tetapi praktik pembajakan tetap berlang sung. Bahkan, untuk mengantisipasi semakin derasnya praktik pembajakan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) , pada 2003 lalu Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2003 tentang Hak Cipta dan Fatwa Nomor 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang HAKI. “Setiap bentuk pelanggaran terhadap hak cipta, merupakan kezaliman yang hukumnya haram,” kata Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin ketika itu. Dalam butir pertimbangannya, MUI memandang bahwa praktik pelanggaran hak cipta sudah mencapai tahap yang meresahkan. “Hai orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan per niagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu,”. Selain itu, surat As-Syu’ara ayat 183 Allah berfirman,” Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan,”. “Jika sudah begitu mestinya vonis bagi pelaku kejahatan intelektual harus menimbulkan efek jera, bukan sebaliknya loyo. Pasal 72 ayat 3 Undang-Undang N0. 19 tentang Hak Cipta dan fatwa Ulama sudah ada dan jelas bunyinya, lalu menunggu apalagi ?,” tegas Delliyan Zulkarnain, pengamat HAKI bidang film. *

Sejarah dan Perkembangan Pembajakan Di Indonesia

Sebenarnya bagaimana sih sejarah dan perkembangan pembajakan lagu atau musik di Indonesia itu, hingga para musisi merasa sangat prihatin sekali terhadap maraknya pembajakan lagu atau musik yang sudah sangat parah dan tidak terkendali seperti sekarang ini ??? Hmm...kalau yang saya ketahui, sejarah pembajakan karya lagu atau musik di Indonesia itu marak terjadi pada era sebelum tahun 1990, dimana saat itu sebagian besar masyarakat penikmat musik di Indonesia belum banyak yang mengenal apa itu internet. Ditambah dengan harga Kaset atau Compact Disc (CD) original pada waktu itu masih dirasa cukup mahal, sehingga hal ini menimbulkan peluang dan niat jahat dari para pembajak untuk memperbanyak lagu atau musik tanpa izin dan menjualnya kepada masyarakat luas dengan harga yang murah dan terjangkau oleh masyarakat kalangan bawah pada saat itu. Ya meskipun secara kualitas audio dari Kaset atau Compact Disc (CD) bajakan lebih rendah dibandingkan dengan Kaset atau Compact Disc (CD) aslinya, namun karena prinsip “Ah, asal bisa didengar cukuplah...” dan harganya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan aslinya itulah yang membuat Kaset atau Compact Disc (CD) bajakan bisa laku sampai sekarang. Selanjutnya, semenjak lagu atau musik dengan format MP3 diperkenalkan di masyarakat, maka terjadi fenomena dimana lagu-lagu atau musik-musik dengan mudah di “Copy-Paste” alias “Diperbanyak” secara ilegal ditambah dengan berkembangnya situs-situs yang memberikan layanan penyimpan data atau file secara gratis di internet, sehingga marak sekali kegiatan upload dan download lagu atau musik di internet. Nah pembajakan yang muncul adalah ketika file lagu atau musik di dalam Compact Disc (CD) yang memiliki format CDA dengan mudahnya dikonversi menjadi file lagu atau musik berformat MP3, maka file lagu atau musik yang telah berformat MP3 inilah yang juga dengan mudah di “Copy-Paste” alias “Diperbanyak”. Mengapa para pembajak banyak yang memilih file lagu atau musik dengan format MP3 untuk diperbanyak/dibajak ? Alasannya tidak jauh antara lain karena penyimpanan file MP3 yang cukup simple dan praktis ditambah dengan ukuran filenya yang kecil dan dapat dimainkan di berbagai sound player yang kita inginkan. Keunggulan itulah yang membuat para pembajak lagu atau musik lebih memilih file lagu atau musik berformat MP3 untuk mereka bajak. Nah ternyata hal ini telah lebih dahulu disadari oleh toko musik online terkenal saat ini yaitu MelOn Indonesia, sehingga MelOn Indonesia menggunakan format DRM yang merupakan singkatan dari Digital Rights Management. Apa itu DRM (Digital Rights Management) ? DRM (Digital Rights Management) merupakan teknologi akses kontrol yang membatasi dan mengontrol sebuah file yang digunakan, dimainkan, di share maupun di copy untuk melindungi Hak Cipta agar terhindar dari pembajakan dan penggandaan ilegal. Bagaimana, luar biasa bukan ? bagi yang penasaran apa itu MelOn Indonesia, sabar ya nanti saya jelaskan lebih lengkap, hehe... :D Kembali lagi kepada pembahasan kita mengenai sejarah dan perkembangan pembajakan. Nah untuk sekarang ternyata dengan semakin berkembang dan memasyarakatnya internet dalam kehidupan sehari-hari, pembajakan lagu atau musik melalui Compact Disc (CD) sudah tidak lagi begitu menguntungkan dari sisi komersial dibanding pada era sebelum tahun 1990. Hal itu dikarenakan pada saat ini banyak orang dengan mudah melakukan download MP3 dari website atau situs-situs internet yang menyediakan fasilitas download MP3 secara gratis dan mungkin hanya membayar koneksi internetnya saja. Saat ini motivasi orang dalam melakukan upload MP3 di website atau situsnya di internet dan membebaskan orang lain untuk mendownloadnya, sudah tidak lagi mengharapkan uang. Mungkin karena hanya ingin berbagi dengan teman-teman sesama penikmat musik atau mungkin sekedar ingin agar website atau situsnya banyak dikunjungi orang atau juga mungkin karena hanya ingin menyimpan atau menitipkan file MP3 nya saja di internet dikarenakan hard disk komputernya udah penuh kali ya, hehe... jangan ditiru ya... :D Karena hal ini termasuk perbuatan ilegal dan melanggar Undang-Undang Hak Cipta lagu atau musik. Akan tetapi fenomena saat ini banyak sekali terjadi penggandaan MP3 melalui cara seperti itu, sehingga kebanyakan masyarakat penikmat musik menganggap hal ini merupakan hal biasa dan tidak menyadari bahwa hal tersebut merupakan tindakan melawan hukum yaitu Undang-Undang Hak Cipta Kekayaan Intelektual (HAKI) yang telah diberlakukan di Indonesia. Jadi, apa yang bisa kita lakukan bersama-sama untuk menanggulangi pembajakan yang kian hari kian marak terjadi ini ? Setidaknya ada beberapa usaha yang bisa kita lakukan untuk menanggulangi pembajakan ini, yaitu sebagai berikut : 1. Meningkatkan intensitas sosialisasi kepada masyarakat perihal Undang-Undang Hak Cipta Kekayaan Intelektual (HAKI). 2. Melakukan kampanye Gerakan Anti Pembajakan atau Gerakan Pro Lagu atau Musik Original/Asli. 3. Melakukan pemblokiran terhadap situs-situs penyedia layanan download lagu atau musik ilegal, yang saat ini sedang diusahakan oleh pemerintah sedikit demi sedikit. 4. Meningkatkan frekuensi kegiatan Razia terhadap Kaset atau Compact Disc (CD) bajakan. 5. Membeli lagu atau musik di toko musik online terpercaya dan berkualitas seperti MelOn Indonesia. Demikianlah usaha-usaha yang bisa kita lakukan untuk menanggulangi pembajakan yang kian hari kian marak terjadi di Indonesia. Sekarang yang sudah tidak sabar ingin tahu apa itu MelOn Indonesia, mari kita bahas fitur-fitur hebat dan menarik yang ada di website MelOn Indonesia ini... :) Sudah nDengerin MelOn Hari Ini ? MelOn Indonesia atau kepanjangan dari Melodi Online Indonesia ini merupakan salah satu portal yang concern dan peduli akan Hak Cipta Kekayaan Intelektual terutama di bidang lagu atau musik. Di dalam website ini kita bisa mendengarkan dan mengunduh ratusan ribu koleksi lagu Nasional (Indonesia) maupun Internasional (Barat, Korea, Chinese, dan Japanese) yang original atau asli dan tentunya berbayar serta bebas dari yang namanya pembajakan yang sudah kita bahas sejarah dan perkembangannya diatas. Dengan mengunduh/mendownload lagu original/asli dari website ini, secara tidak langsung kita telah mendukung upaya pemerintah dalam hal penegakan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta terutama di bidang lagu atau musik. Ada fitur-fitur hebat dan menarik yang disajikan di dalam website ini, khusus untuk para penikmat lagu atau musik yang sangat menghargai dan mengapresiasi akan hak cipta suatu karya atau ciptaan, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Layanan Musik Tanpa Batas, didalam fitur ini kita bisa menikmati fasilitas download dan streaming musik apa saja yang kita minati, sepuasnya apa yang kita inginkan dan tentunya tanpa batas. 2. Free Trial, di dalam fitur ini kita bisa menikmati layanan gratis MelOn ketika kita baru saja mendaftar dan bergabung di dunia musik MelOn. Layanan gratis MelOn ini berlaku selama 2 minggu bagi pengguna Telkomsel & Flexi yang mendaftar, sedangkan yang mendaftar hanya melalui email mendapatkan layanan gratis MelOn juga selama 1 minggu. 3. Katalog Lagu Terbesar, pantas bila dikatakan MelOn merupakan katalog lagu terbesar yang ada di Indonesia karena di dalam fitur ini kita bisa menikmati ratusan ribu koleksi lagu Nasional (Indonesia) dan lagu Internasional (Barat, Korea, Chinese, dan Japanese) yang original atau asli. 4. MelOn Player, inilah yang menjadi keunggulan dari website MelOn serta yang membedakan website MelOn dengan website-website lainnya. Di dalam fitur MelOn Player ini kita bisa merasakan pengalaman baru download dan streaming beberapa lagu sekaligus (multiple download and streaming) serta kemudahan transfer lagu dari Personal Computer (PC) ke Handphone (HP), USB Storage, dan Portable Media Player lainnya. Di dalam fitur MelOn Player ini juga kita bisa mendengarkan lagu kita di Handphone dengan menu Sync yang ada pada MelOn Player. Demikianlah fitur-fitur hebat dan menarik yang disajikan di dalam website MelOn Indonesia ini sekaligus menutup pembahasan kita kali ini mengenai Sejarah dan Perkembangan Pembajakan Di Indonesia. Kita semua berharap dengan melakukan usaha-usaha penanggulangan pembajakan yang sudah kita bahas sebelumnya, aktifitas pembajakan karya lagu atau musik di Indonesia bisa berkurang dan bahkan hilang selama-lamanya. Stop Pembajakan !!!

Ini Cara MelOn Stop Pembajakan Lagu

Sebagai perusahaan penyedia konten musik legal, PT MelOn Indonesian, terus mendukung aksi stop pembajakan untuk produk-produk musik. Menurut Budi Setyawan Wijaya, Direktur Finansial MelOn Indonesia, mencegah pembajakan lagu-lagu itu sepatutnya menjadi tanggung jawab bersama dari semua ekosistem di dalam industri kreatif. "Pencegahannya tidak hanya dilakukan oleh kami (MelOn Indonesia). Harus ada keterlibatan pemerintah untuk penegakan hukum hak cipta dan penerapan aturannya, pihak label, serta operator yang harus memblok situs-situs lagu bajakan," kata Budi, saat ditemui media di kantornya, 12 April 2013. Memang, ia mengakui, dampak yang telah dilakukan MelOn Indonesia belum kelihatan. "Tapi, kami konsisten untuk menyajikan layanan yang lebih kompetitif dari penyedia musik gratis lain. Kami terus menambah koleksi lagu. Begitu juga media untuk mendengar musik akan dipercanggih dari sisi aplikasi," urai Budi. Saat ini, penyedia musik legal besutan Telkom Indonesia itu mengklaim sudah memiliki dua juta lisensi musik, dan satu juta di antaranya untuk dikomersilkan. "Hampir 90 persen adalah lagu-lagu internasional. Kami juga telah bekerja sama dengan 70 label lokal dan tujuh label internasional," ungkap Budi. Isu Administrasi Budi menuturkan, minimnya bendahara lagu lokal dikarenakan masalah lisensi. Menurutnya, MelOn Indonesia hanya memiliki 100.000 lisensi lagu lokal, tapi hanya 50.000 yang bisa diunggah. "Ada masalah legal administrasi dari lagu-lagu lokal, terutama untuk lagu-lagu lama," kata Budi. "Tapi, kami sedang mencari solusinya." Saat ini, jumlah pelanggan MelOn Indonesia lebih dari 450.000, dan hanya 100.000 pelanggan yang aktif berbayar. Meski sedikit, perusahaan membuat Loyalty Program agar pelanggan yang tersisa tidak "habis." "Kami telah melakukan Pengundian MelOn Loyalty Grand Prize Periode 1 Maret 2012 sampai 28 Februari 2013 dengan hadiah satu unit mobil Daihatsu Xenia," tutur Budi. "Mudah-mudahan dengan cara ini banyak orang-orang yang tertarik menjadi pelanggan baru dan akhirnya bisa mengurangi aksi pembajakan lagu," pungkasnya.

Dialog Industri Musik Indonesia Sorot Pembajakan dan Musik Panggung

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI) menggelar "Dialog Industri Musik" dalam rangka memperingati Hari Musik Nasional pada 9 Maret. Ini merupakan dialog musik pertama pasca ditetapkannya 9 Maret sebagai Hari Musik Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2013 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dialog tersebut digelar pada Kamis (18/4) di Gedung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta, dan akan ditindak lanjuti dengan pemberian Penghargaan Karya Bhakti Musik 2013 pada 24 April 2013. Dialog yang melibatkan para pekerja industri musik ini bertujuan mendiskusikan masa depan industri musik Indonesia, baik dalam bentuk digital maupun musik panggung. "Diharapkan tukar pikiran insan kreatif bidang musik, produser musik, pemerhati, penikmat dan pembuat kebijakan serta akademisi menemukan solusi untuk permasalahan industri musik Indonesia," kata Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ahman Sya. Menurut Ahman, genre di industri musik Indonesia sebetulnya sangat variatif dan kaya. Dari musik tradisional, aliran pop, rock, jazz, rock, dan blues, hingga metal bisa berkembang bersama-sama. Pasar musik pun sangat potensial. "Konser musik apa saja yang digelar selalu penuh dengan penonton, terutama konser musik asing yang selalu habis terjual tiketnya," paparnya. Sebanyak tiga topik yang dibahas dalam dialog tersebut, yakni masa depan industri musik Indonesia, proteksi copyright (hak cipta) di era digital, dan musik panggung sebagai lokomotif musik Indonesia. Hadir sebagai pembicara para insan musik Indonesia seperti Purwatjaraka, pemerhati musik Bens Leo, Iga Mawarni (PAPPRI), Azhar Hashim (Kemenkominfo), Agung Dharma Sasongko (KemenkumHAM), dan Dharma Oratmangun dari Karya Cipta Indonesia. Acara juga diisi penampilan musik dari Gugun Blues Shelter. Bens Leo menilai, saat ini budaya musik sudah tidak dibatasi lagi oleh lokal atau bukan. "Ini menunjukkan Kemenparekraf juga memberi ruang untuk musik independen dengan mensponsori musisi yang tampil ke luar. Bahkan sampai ada boyband Indonesia yang bisa tampil di Korea dan memenangkan penghargaan di sana, itu menunjukkan ada sesuatu yang kuat dari Indonesia," ujarnya.

Bagaimana X-Factor Indonesia dan iTunes Memberantas Pembajakan

Jika memperhatikan ajang X-Factor Indonesia yang semakin memanas belakangan ini. Posting ini bukan mengomentari para finalisnya apalagi para jurinya. Biarlah yang lain saja yang mengomentarinya. Disclaimer dulu kalau ini adalah pandangan pribadi yah... Yang menarik perhatian adalah akibat yang dihasilkan dari X-Factor Indonesia ini selama tayang rupanya berpengaruh terhadap chart download yang ada di iTunes. Selama acara berlangsung, RCTI dalam hal ini yang pegang hak siar, menayangkan link untuk mendownload lagu di iTunes yang dinyanyikan oleh finalis yang tampil. Terang, finalis ini sudah merekam dahulu lagu yang akan dinyanyikannya sebelum akhirnya tersedia untuk di download. Lonjakan download yang terjadi dalam semalam cukup signifikan. Pembajakan memang akan sulit dihapuskan di negeri yang doyannya gratisan. Namun kolaborasi X-Factor Indonesia yang melibatkan Sony Music, iTunes dan juga RCTI ini membuktikan kalau hari gini orang masih mau membeli lagu, terlepas dari setelah itu ada oknum yang mengunggah di situs ilegal. Padahal jika diperhatikan seksama, harga lagu di iTunes tidaklah murah dan juga memerlukan proses tertentu yaitu pembayaran kartu kredit untuk mendapatkan lagu tersebut. Yang pasti lagu tersebut menjadi top download dan noise nya terdengar di social media sehingga membuat orang tersadar untuk membeli lagu itu memang sudah sewajarnya. Mungkin penilaian ini terlalu dini. Karena masih perlu dipertanyakan tentang berapa banyak pendownload mengingat market Apple ini di Indonesia masihlah niche. Apalagi jika ditambah irisan lainnya dengan kenyataan apakah semua pengguna Apple mengaktifkan kartu kredit di perangkat gadgetnya. Yang pasti, sebetulnya pembajakan di Indonesia bisa dong yah bisa dong yah ditekan dengan cara ini. Atau setidaknya hal ini bisa membuat pemerintah untuk segera memaksa situs-situs penyedia konten musik ilegal untuk menutup layanannya dari Indonesia. Alangkah lebih baik lagi jika program reality show X-Factor Indonesia ini tidak eksklusif bagi iTunes saja. Maksudnya, layanan musik yang lain seperti Melon milik Telkom grup, Indosat Backstage ataupun XL MusikKamu bisa ikut andil disini. Peran perusahaan telekomunikasi yang sahamnya kepemilikannya ada yang dikuasai negara akan membuat pemerintah tersadar bahwasanya ada pendapatan negara yang hilang akibat lagu-lagu tadi yang seharusnya dibeli lewat layanan musik tersebut lenyap dibawa pembajak. Saat ini sih baru lenyap dibawa pemodal asing :p Nah kalau begini kan artinya pembajakan bisa dilawan dengan cara yang elegan. Tak perlu lagi demo-demo ndak jelas di bunderan HI atau menggusur lapak-lapak yang menjadi hajat hidup sebagian orang. Dengan menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap industri kreatif yaitu disini musik kepada semua orang lewat program semacam ini, pastinya semua orang akan mendukung jika pembajakan itu merugikan dan harus ditinggalkan. Toh, semua orang cinta musik koq!

Indonesia Urutan Ke 43 Pembajakan Musik di Internet

Laporan dari MusicMetric tentang pembajakan lagu di Internet menempatkan Indonesia di urutan ke 43 untuk negara yang melakukan download secara ilegal. Urutan ini jauh lebih rendah dibanding Malaysia urutan 35, Singapura di urutan 32 dan bahkan Filipina yang berada di 10 besar. Namun ini bukan berarti negara kita telah berhasil melawan pembajakan terutama di kawasan Asia Pasifik. Jika dibandingkan dengan data yang dikeluarkan internet world stats 2011, Asia memegang 45% dari total pengguna internet di dunia. Penetrasi internet di Indonesia jauh lebih rendah yaitu 22% dari Malaysia yang mencapai 62%, Singapura 77% dan Filipina 29%. Metodologi yang digunakan MusicMetric dalam membuat laporannya adalah dengan menganalisa lalu lintas pengguna BitTorrent. Menurut data Alexa, di Indonesia ranking BitTorrent ada di urutan 6,130 jauh dibelakang 4shared yang berada di urutan 15. Pihak industri musik Indonesia lewat organisasi non-pemerintah, Heal Our Music, terus mendesak Kementrian Komunikasi dan Informasi agar memblokir 4shared. Minggu ini pun dilakukan dialog dengan menghadirkan Google Indonesia untuk mendapatkan masukan atas pencarian solusi. Beberapa kalangan menilai kehadiran situs PeerToPeer justru membantu musisi mendistribusikan karyanya. Dan bahkan menambah pemasukan dari lini pertunjukan langsung atau konser. Kemudahan internet dan murahnya biaya baik buat musisi ataupun fans musik telah mendongkrak kepopuleran. Kendati demikian, industri musik tidak berdiri sendiri. Ada perusahaan rekaman, produser musik, penulis musik, sound engineer/penata rekam, vocal director dan sebagainya yang berada dibalik produk rekaman. Mereka-mereka ini yang merasa sangat dirugikan dengan kehadiran platform berbagi yang mengakibatkan pembajakan di Internet. Akankah bakat-bakat mereka akhirnya harus dipendam karena musik tak lagi memberikan penghidupan yang layak akibat terengut pembajakan? Mungkin kamu punya ide untuk memajukan musik Indonesia, silahkan tinggalkan komentarmu disini.

Pembajakan Musik

Jakarta - Industri musik Indonesia dihadapi masalah pembajakan. Bahkan Dewan Pengurus Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asirindo) Jusak Irwan Sutiono mengaku bahwa pengusaha rekaman mengalami kerugian akibat pembajakan musik.
 "Kalau nilai kerugian dari internet saja mencapai Rp1,7 triliun. Cara menghitungnya adalah setiap lagu yang di unduh (download) melalui internet nilai mencapai Rp3.000 dan setiap hari ada 6 juta lagu yang diunggah secara ilegal. Kalau dari sisi fisik (CD) nilai kerugiannya mencapai Rp1 triliun. Jadi dari kedua hal tersebut, pengusaha rugi hampir R2,7 triliun," katanya.  Jusak menjelaskan bahwa hampir 90% musik yang terjual di Indonesia berbentuk fisik adalah musik bajakan sedangkan di internet mencapai 99%. "Jadinya hampir sebagian besar musik yang selama ini kita dengarkan adalah musik bajakan. Akibatnya dari beredarnya musik bajakan adalah kerugian dialami oleh perusahaan rekaman, penyanyi dan pencipta lagu. Itu terjadi karena mereka tidak mendapatkan royalti," tambahnya. Menurut dia, dengan maraknya kasus pembajakan di industri musik bisa mengancam kreatifitas dari pencipta dan penyanyi dari musik tersebut. "Kalau ini terus dibiarkan maka akan mengancam jiwa kreatifitas sehingga nantinya bisa saja para pencipta musik dan penyanyi berhenti bernyanyi karena lagunya sering dibajak," ucapnya. Sebelumnya, Jusak juga menjelaskan bahwa dampak dari kegiatan ilegal ini, menurutnya sebanyak 20 situs ilegal ditutup Menkominfo. Salah satu nama besar yang ditutup operasionalnya adalah 4Shared.com dan Gudang Lagu.com. "20 situs ilegal ditutup Menkominfo. Salah satu nama besar yang ditutup operasionalnya adalah 4Shared.com dan Gudang Lagu.com. Tetapi saat ini kita sudah melakukan pembicaraan dengan 4Shared.com," katanya. Mekanisme kontrol industrialisasi musik di tanah air dinilai masih cukup rendah. Salah satu konsep yang menguntungkan industri musik tanah air sebenarnya ada pada konsep Ringback Tones pada handphone. Namun konsep ini seperti mati suri karena adanya isu pencurian pulsa. "Rekaman RBT pernah menembus 27 juta pengguna tetapi sekarang tinggal 2 juta pengguna RBT karena kasus pencurian pulsa sehingga industri ini sudah meninggal," tuturnya. Kemudian pihaknya juga sedang melakukan penggodokan peraturan terkait penerapan pembayaran satu judul musik di tempat karaoke. Cara ini penting dilakukan untuk melindungi hak kekayaan intelektual musik di tanah air. "Di tempat karaoke akan dibayarkan per lagu. Ini pertama kali di dunia dan kita akan kontrol pemutaran musiknya. Artis dan pencipta lagu bisa kontrol ini. Kita sudah sepakat. Ini akan menolong industri rekaman dan stakeholder," jalasnya. 

Pelanggaran Hak Cipta 
Dalam siaran pers United States Trade Representative beberapa waktu lalu, Indonesia berada bersama 12 negara lain dalam priority watch list, peringkat tertinggi pelanggaran hak cipta. Negara lain yang masuk daftar ini adalah Aljazair, Argentina, Kanada, Ciles, China, India, Israel, Pakistan, Rusia, Thailand, Ukraina, Venezuela. Indonesia dinilai melakukan banyak kemajuan dalam perlindungan hak cipta dan sejumlah pelaku usaha mengakui adanya upaya pemerintah dalam memerangi pembajakan dan pemalsuan. Namun Amerika Serikat menilai upaya itu belum efektif, karena masih maraknya tindak kejahatan hak cipta, termasuk melalui internet. Sebenarnya pada 2010, peringkat Indonesia sempat naik dengan masuk dalam daftar watch list, namun kembali turun pada 2011. Menurut Direktur Penyidikan, Ditjen Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM, M Adri menjelaskan pada 2010 peringkat Indonesia sempat naik karena dibentuknya Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). "Mungkin USTR melihat upaya kita melemah, padahal pemerintah terus melakukan upaya melawan pembajakan dan pemalsuan ini," kata Adri. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai aksi pemalsuan terhadap paten dan merek terhadap suatu produk telah menimbulkan kerugian bagi kalangan pengusaha mencapai Rp50 triliun. Angka tersebut dinilai mengalami peningkatan sejak dilakukannya studi oleh Universitas Indonesia pada 2010 yang menyebutkan kerugiannya mencapai Rp43 triliun. "Akibat barang-barang palsu itu kita sudah rugi hampir Rp 50 triliun," ujar Sofjan. Menurut dia, dengan beredarnya barang-barang yang melanggar paten telah mengurangi margin keuntungan dari pengusaha. Pasalnya produk-produk palsu tersebut dijual lebih murah sehingga lebih laku dipasaran. Ia juga menjelaskan bahwa kerugian tidak hanya dialami oleh merek terkenal luar negeri, termasuk pula pengusaha lokal yang produk-produknya turut dibajak. Untuk itu, Sofjan mendesak kepolisian tegas menyikapi fenomena ini. Sebab, dari kacamata pengusaha, aparat hukum sejak dulu tidak merasa pemberantasan barang melanggar paten adalah hal yang penting. "Barang yang banyak dipalsu di market-market kita polisi harus lebih ngerti betapa ruginya kita. Jangan hanya karena ada laporan baru bergerak," tuturnya.